BAB
I
PENDAHULUAN
Tahun
2000, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menko Ekonomi,
Keuangan Dan Industri Nomor: Kep-31/M.EKUIN/06/2000 membentuk KNKCG atau
dikenal dengan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance.
Selanjutnya, KNKCG ini pada tahun 2004 dirubah namanya melalui Surat Keputusan
Menko Perekonomian RI No. Kep-49/M.Ekon/II/Tahun 2004 menjadi KNKG atau Komite
Nasional Kebijakan Governance. Tahun 2006 KNKG menyempurnakan pedoman corporate
governance dari yang sebelumnya. Saat ini semua perusahaan publik wajib
mematuhi pedoman tata kelola perusahaan (code of corporate governance) dari
KNKG. Untuk perusahaan non publik penerapan code of corporate governance tidak
diwajibkan oleh UUPT, tapi bila dijalankan berpotensi meningkatkan reputasi dan
kredibilitas bisnis perusahaan di mata stakeholder secara keseluruhan.
Saat ini
perusahaan harus sadar untuk menjalankan budaya integritas Good Corporate
Govermance untuk membantu pembentukan etika bisnis yang baik. Perusahaan yang
berbudaya integritas pasti patuh untuk menjalankan kaidah-kaidah tata
kelola perusahaan yang baik. Lalu, menjalankan core values atau nilai inti
perusahaan di seluruh level dan jajaran organisasi dengan sempurna. Perusahaan
yang berbudaya integritas pasti melengkapi tata kelola perusahaan dengan
pedoman tata kelola perusahaan (code of corporate governance), pedoman perilaku
(code of conduct), standar prosedur operasional perusahaan, pedoman penanganan
benturan kepentingan (conflict of interest), panduan etika bisnis, dan
pedoman-pedoman lainnya untuk tujuan menjaga budaya integritas dalam
implementasi Good Corporate Governance yang tegas dan jelas.
Implementasi
GCG sangat tergantung dari kemampuan perusahaan untuk menginternalisasikan
prinsip-prinsip, seperti: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, kewajaran dan kesetaraan, ke dalam kompetensi produktif dan
kompetensi adaptif karyawan dan pimpinan di perusahaan. Fakta selalu
menunjukkan bahwa implementasi GCG masih dalam taraf kompetensi normatif. Artinya,
secara normatif setiap pimpinan dan karyawan di perusahaan sangat menguasai
Good Corporate Governance, tapi belum mampu menjadikannya sebagai kekuatan
untuk meningkatkan produktifitas dan adaptasi terhadap perubahan di lingkungan
bisnis yang sangat kompetitif ini.
Implementasi
GCG tidak hanya merupakan kesadaran kolektif untuk menciptakan tata kelola
formalitas oleh dorongan dari kewajiban. Tapi, seharusnya menjadi kesadaran
dalam budaya integritas di semua level dan jajaran organisasi. Lalu, secara berkelanjutan
dan konsisten melaksanakan GCG dengan komitmen dari visi, misi dan core values
yang sesuai dengan semangat budaya GCG.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Definisi Budaya
Good Corporate
Governance dalam Etika Bisnis
1.1 Budaya Perusahaan
Budaya
adalah sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan
kapabilitas serta kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota
sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu.
Di bawah ini merupakan definisi budaya perusahaan
menurut para ahli :
1
Robbins (2003) mendefinisikan bahwa:
Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh
seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami seluruh jajaran meyakini
sistem-sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi.
2
Sedangkan Moeljono (2005), menjelaskan
budaya perusahaan merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan
korporasi atau menjadi bagian hulu dari Good Corporate Governance dengan
muatannya yang fokus pada basic value dari pengelolaan korporasi yang
kemudian ditentukan melalui system.
1.2 Faktor-faktor
Pembentukan Budaya Perusahaan
Menurut
Krisdarto dalam Intanghina (2008) faktor-faktor yang membentuk budaya
perusahaan:
1
Observed behavioral regularities
when people interact yaitu bahasa yang digunakan dalam
organisasi, kebiasaan dan tradisi yang ada dan ritual para karyawan dalam
menghadapi berbagai macam situasi.
2
Group Norms yaitu
nilai dan standar baku dalam organisasi.
3
Exposed Values yaitu
nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi yang ingin dicapai, misalnya
kualitas produk, dan sebagainya.
4
Formal Philosophy yaitu
kebijakan dan prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku organisasi terhadap
karyawan, pelanggan dan pemegang saham.
5
Rules of the Game yaitu
aturan-aturan dalam perusahaan (the ropes), hal-hal apa saja yang harus
dipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima di organisasi tersebut.
6
Climate yaitu
perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari keadaan fisik organisasi dan
interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, juga interaksi
dengan pelanggan atau organisasi lain.
7
Embedded Skills yaitu
kompetensi khusus dari anggota organisasi dalam menyelesaikan tugasnya dan
kemampuan menyalurkan keahliannya dari satu generasi ke generasi lainnya.
8
Habits of thinking, mental models, and/or
linguistec paradims yaitu adanya suatu kesamaan frame yang
mengarahkan pada persepsi (untuk dapat mengurangi adanya perbedaan persepsi),
pikiran dan bahasa yang digunakan oleh para karyawan dan diajarkan pada
karyawan baru pada awal proses sosialisasi.
9
Shared Meanings yaitu
rasa saling pengertian yang diciptakan sendiri oleh karyawan dari interaksi
sehari-hari.
10 Root
Metaphors or Integrating Symbols yaitu ide-ide, perasaan
dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik organisasi yang secara
sadar ataupun tidak sadar tercermin dari bangunan, lay out ruang kerja
dan materi artifacts lainnya. Hal ini merefleksikan respon emosional dan
estetika anggota organisasi, disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluative
anggota organisasi.
1.3 Good Corporate Governance
Agoes (2009) menyebutkan beberapa definisi dari GCG yang dapat dijadikan
acuan adalah sebagai berikut :
Cadbury Committee of Kingdom A set of rules that define the
relationship between shareholder, managers, creditor, the government, employee,
and other internal and external stakeholder in respect to their right and
responsibilities, or the system by wich companies are directed and controlled yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan ekternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata
lainnya suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2006) tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil
definisi dari Cadbury Committee of Kingdom, yaitu seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang
kepentingan internal dan ekternal lainnya yang berkaitan dengak hak-hak dan
kewajian mereka; atau dengan kata lainnya suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan.
GCG adalah tata kelola perusahaan yang baik dengan suatu sistem
yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut
sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya
dan penilaian kinerjanya.
Organization for Economic Coorporation and Development–OECD (Tjager dkk, 2004), mendifinisikan GCG sebagai: ”The structure
through which shareholders, directors, managers, set of the board
objectives of the company, the means of attaning those objectives and
monitoring performance yaitu suatu struktur yang terdiri atas para pemegang
saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan
alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
1.4
Etika Bisnis
Keraf (1998) mendifinisikan pengertian etika sama dengan
moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin Mos, yang bentuk jamaknya
(mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Jadi pengertian harfiahnya
etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang manusia hidup baik
sebagai manusia yang telah diinkonsitusionalkan dalam sebuah alat kebiasaan
yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek (tetap) dan terulang dalam
kurun waktu yang lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan.
2
Manfaat Good
Corporate Governance
Arafat
(2008), GCG memiliki arti penting dalam menjalankan suatu organisasi bisnis.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa terdapat sejumlah manfaat yang sangat besar
ketika prinsip-prinsip GCG diterapkan dengan baik didalam suatu perekonomian.
Manfaat penerapan implementasi GCG pada dasarnya dikelompokkan menjadi empat
manfaat besar, yaitu:
a. Meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih
baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan
pelayanan kepada stakeholders. Perusahaan yang berhasil menerapkan GCG, maka
akan terciptalah citra sebagai sebuah perusahaan yang berhasil, yaitu
meningkatkan trust dan dalam rangka mewujudkan sustainable company.
b. Meningkatkan
corporate value sebagaimana yang diungkapkan oleh Tjager et.al. (2003)
bahwa secara teoritik, praktik GCG dapat meningkatkan nilai (valuation)
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin
dilakukan oleh dewan dengan keputusankeputusan yang menguntungkan diri sendiri.
c. Meningkatkan
kepercayaan investor. Sebagaimana diungkapkan oleh Newell dan Wilson (2002)
pada intinya bahwa praktik GCG yang dijalankan dengan baik dapat meningkatkan kepercayaan
investor dan sebaliknya penerapan GCG yang buruk akan menurunkan tingkat
kepercayaan mereka.
d. Pemegang
saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan
meningkatkan shareholders value dan dividen dengan tujuan akhir yaitu tercapainya
stakeholder satisfaction yang meliputi task satisfaction dan employee
satisfaction.
e. Pendapat
senada disampaikan oleh Agoes (2009), bahwa penerapan konsep GCG merupakan
salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi
terkait di pasar modal. Tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi serta
mencegah atau memperkecil praktek manipulasi dan kesalahan signifikan dalam
pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk (2003), mengatakan bahwa paling
tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
o
Berdasarkan yang telah dilakukan oleh
McKinsey&Company menunjukkan bahwa para investor internasional lebih
menaruh kepercayaan terhadap perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
o
Berdasarkan berbagai analisa ternyata
ada indikasi terkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis
berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
o
Internasionalisasi pasar termasuk
liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk
menerapkan GCG.
o
Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk
keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem
nilai baru yang lebioh sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak
berubah.
o
Secara teoritis, praktek GCG dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
3
Prinsip Good Corporate
Governance
Arafat
(2007) menjelaskan bahwa Organization for Economic Coorporation and Development
(OECD) memberlakukan prinsip-prinsip GCG untuk menciptakan
lingkungan kondusif terhadap perlindungan sektor usaha yang efisien berkisinambungan
mencakup 5 bidang, yaitu:
o
Perlindungan terhadap hak-hak pemegang
saham. Kerangka yang dibangun dalam GCG harus mampu melindungi hak-hak para
pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak dasar pemegang saham yaitu untuk
(a) menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, (b) mengalihkan atau memindahkan
saham yang dimilikinya, (c) memperoleh informasi yang relevan tentang
perusahaan secara berkala dan teratur, (d) ikut berperan dan memberikan suara
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), (e) memilih anggota dewan komisaris dan
direksi, (f) memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
o
Persamaan perlakuan terhadap seluruh
pemegang saham. Kerangka GCG harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap
seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh
pemegang saham harus memiliki kesempatan mendapatkan penggantian atau perbaikan
atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan
yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang
praktik-praktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan
anggota dewan komisaris melakukan keterbukaan jika menemukan transaksitransaksi
yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
o
Pengaruh stakeholders yang
terkait dengan perusahaan. Kerangka GCG harus memberikan pengakuan terhadap
hak-hak stakeholders, seperti yang dintentukan undang-undang dan
mendorong kerjasama aktif antara perusahaaan dengan stakeholders dalam
rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
o
Keterbukaan dan Transparansi. Kerangka
GCG menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi
informasi mengenai keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan. Disamping itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan
disajikan sesuai dengan format standar yang berkualitas tinggi. Manajemen diharuskan
meminta auditor ekternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan
keuangan.
o
Akuntabilitas dewan komisaris. Kerangka
GCG harus menjamin adanya pedoman strategi perusahaan, pemantauan efektif
terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris dan akuntabilitas dewan
komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangankewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajiban
profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
o Menurut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asas Good Corporate Governance, setiap
perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu:
o
Transparansi (Transparency), untuk
menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan
oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
o
Akuntabilitas (Accountability),
perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Perusahaan dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
o
Responsibilitas (Responsibility),
perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
o
Independensi (Independency), untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
o
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness),
dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
4
Sistem Penilaian
Pelaksanaan Good Corporate Governance
Penilaian
terhadap pelaksanaan good corporate governance di Indonesia dilakukan
oleh lembaga independen yaitu: Forum for Corporate Governance in Indonesia
(FCGI). Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh
pihak manajemen perusahaan. Aspek yang dinilai meliputi Hak-hak Pemegang Saham,
Kebijakan Corporate Governance, Praktek-praktek Corporate Governance,
Pengungkapan, dan Fungsi Audit. Penentuan skor pelaksanaan dilakukan melalui
metode rata-rata tertimbang, dengan bobot masing-masing aspek sebagai berikut:
1. Hak-hak
pemegang saham (20%)
2. Kebijakan
Corporate Governance (15%)
3. Praktek-praktek
Corporate Governance (30%)
4. Pengungkapan
(Disclosure) (20%)
5. Fungsi
Audit (15%)
BAB III
KESIMPULAN
1
Kesimpulan
Tata kelola perusahaan yang berkekuatan budaya integritas yang tinggi,
harus dimulai dari para pemegang saham mayoritas atau pengendali jalannya
perusahaan. Di mana, para pengendali atau pemilik kekuasaan tertinggi
atas operasional sehari-hari perusahaan, harus memiliki rasa saling percaya
dengan anggota dewan komisaris, dewan direksi, para eksekutif dan karyawan,
untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang benar-benar jujur, transparan,
adil, bertanggung jawab, profesional, dan etis terhadap semua stakeholder dalam
keseimbangan keadilan yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Bila tata kelola perusahaan mampu mengekspresikan budaya integritas GCG
akan menciptakan tata kelola yang etis, maka tingkat kepercayaan pemegang saham
minoritas atau individu, akan menjadi fondasi yang memperkuat keunggulan daya
saing perusahaan. Dimana tata kelola
perusahaan untuk memastikan masing-masing stakeholder terjaga kepentinganya
dengan baik, akan menjadi kekuatan yang memfokuskan semua keunggulan perusahaan
pada upaya memaksimalkan keuntungan finansial. Sebab, bila setiap stakeholder
merasakan keadilan, keterbukaan, kejujuran, dan pertanggung jawaban yang
profesional, maka mereka semua akan menjadi pihak pertama yang selalu
bertanggung Jawab untuk membantu keunggulan perusahaan dalam situasi apa pun.
Tata kelola perusahaan dengan kepemimpinan Budaya GCG sangat tergantung
dari kemampuan perusahaan untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip, seperti:
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan
kesetaraan, ke dalam kompetensi produktif dan kompetensi adaptif karyawan dan
pimpinan di perusahaan.
Implementasi GCG tidak hanya merupakan kesadaran kolektif untuk
menciptakan tata kelola formalitas oleh dorongan dari kewajiban. Tapi,
seharusnya menjadi kesadaran dalam budaya integritas di semua level dan jajaran
organisasi. Lalu, secara berkelanjutan dan konsisten melaksanakan GCG dengan
komitmen dari visi, misi dan core values yang sesuai dengan semangat budaya
GCG.
2
Saran
Perlu adanya kesadaran semua komponen bangsa Indonesia untuk
mengimplementasikan budaya GCG secara efektif dan evisien, karena dalam
pencapaian GCG harus semua komponen dengan sadar menjalankan system yang telah
disepakati bersama utuk tujuan bersama.
Daftar Pustaka
http://one.indoskripsi.com/node/7061
http://blognauun.blogspot.com/2010/04/good-corporate-governance.html
http://madib.blog.unair.ac.id/budaya-korporat/hubungan-peranan-budaya-perusahaan-terhadap-penerapan-good-corporate-governance/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar