Selasa, 21 Mei 2013

Budaya Perusahaan & Good Corporate Governance


BAB I
PENDAHULUAN

Tahun 2000, pemerintah Indonesia melalui  Surat Keputusan Menko Ekonomi, Keuangan Dan Industri Nomor: Kep-31/M.EKUIN/06/2000 membentuk KNKCG atau dikenal dengan  Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Selanjutnya, KNKCG ini pada tahun 2004 dirubah namanya melalui Surat Keputusan Menko Perekonomian RI No. Kep-49/M.Ekon/II/Tahun 2004 menjadi KNKG atau Komite Nasional Kebijakan Governance. Tahun 2006 KNKG menyempurnakan pedoman corporate governance dari yang sebelumnya. Saat ini semua perusahaan publik wajib mematuhi pedoman tata kelola perusahaan (code of corporate governance) dari KNKG. Untuk perusahaan non publik penerapan code of corporate governance tidak diwajibkan oleh UUPT, tapi bila dijalankan berpotensi meningkatkan reputasi dan kredibilitas bisnis perusahaan di mata stakeholder secara keseluruhan.
Saat ini perusahaan harus sadar untuk menjalankan budaya integritas Good Corporate Govermance untuk membantu pembentukan etika bisnis yang baik. Perusahaan yang berbudaya integritas pasti patuh untuk menjalankan  kaidah-kaidah tata kelola perusahaan yang baik. Lalu, menjalankan core values atau nilai inti perusahaan di seluruh level dan jajaran organisasi dengan sempurna. Perusahaan yang berbudaya integritas pasti melengkapi tata kelola perusahaan dengan pedoman tata kelola perusahaan (code of corporate governance), pedoman perilaku (code of conduct), standar prosedur operasional perusahaan, pedoman penanganan benturan kepentingan (conflict of interest), panduan etika bisnis, dan pedoman-pedoman lainnya untuk tujuan menjaga budaya integritas dalam implementasi Good Corporate Governance yang tegas dan jelas.
Implementasi GCG sangat tergantung dari kemampuan perusahaan untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip, seperti: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan, ke dalam kompetensi produktif dan kompetensi adaptif karyawan dan pimpinan di perusahaan. Fakta selalu menunjukkan bahwa implementasi GCG masih dalam taraf kompetensi normatif. Artinya, secara normatif setiap pimpinan dan karyawan di perusahaan sangat menguasai Good Corporate Governance, tapi belum mampu menjadikannya sebagai kekuatan untuk meningkatkan produktifitas dan adaptasi terhadap perubahan di lingkungan bisnis yang sangat kompetitif ini.
Implementasi GCG tidak hanya merupakan kesadaran kolektif untuk menciptakan tata kelola formalitas oleh dorongan dari kewajiban. Tapi, seharusnya menjadi kesadaran dalam budaya integritas di semua level dan jajaran organisasi. Lalu, secara berkelanjutan dan konsisten melaksanakan GCG dengan komitmen dari visi, misi dan core values yang sesuai dengan semangat budaya GCG.
BAB II
PEMBAHASAN
1        Definisi Budaya Good Corporate Governance dalam Etika Bisnis
1.1  Budaya Perusahaan
Budaya adalah sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kapabilitas serta kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu.
Di bawah ini merupakan definisi budaya perusahaan menurut para ahli : 
1        Robbins (2003) mendefinisikan bahwa: Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami seluruh jajaran meyakini sistem-sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak organisasi.
2        Sedangkan Moeljono (2005), menjelaskan budaya perusahaan merupakan sisi dalam atau sisi nilai dari pengelolaan korporasi atau menjadi bagian hulu dari Good Corporate Governance dengan muatannya yang fokus pada basic value dari pengelolaan korporasi yang kemudian ditentukan melalui system.
1.2  Faktor-faktor Pembentukan Budaya Perusahaan
Menurut Krisdarto dalam Intanghina (2008) faktor-faktor yang membentuk budaya perusahaan:
1        Observed behavioral regularities when people interact yaitu bahasa yang digunakan dalam organisasi, kebiasaan dan tradisi yang ada dan ritual para karyawan dalam menghadapi berbagai macam situasi.
2        Group Norms yaitu nilai dan standar baku dalam organisasi.
3        Exposed Values yaitu nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi yang ingin dicapai, misalnya kualitas produk, dan sebagainya.
4        Formal Philosophy yaitu kebijakan dan prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku organisasi terhadap karyawan, pelanggan dan pemegang saham.
5        Rules of the Game yaitu aturan-aturan dalam perusahaan (the ropes), hal-hal apa saja yang harus dipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima di organisasi tersebut.
6        Climate yaitu perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari keadaan fisik organisasi dan interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, juga interaksi dengan pelanggan atau organisasi lain.
7        Embedded Skills yaitu kompetensi khusus dari anggota organisasi dalam menyelesaikan tugasnya dan kemampuan menyalurkan keahliannya dari satu generasi ke generasi lainnya.
8        Habits of thinking, mental models, and/or linguistec paradims yaitu adanya suatu kesamaan frame yang mengarahkan pada persepsi (untuk dapat mengurangi adanya perbedaan persepsi), pikiran dan bahasa yang digunakan oleh para karyawan dan diajarkan pada karyawan baru pada awal proses sosialisasi.
9        Shared Meanings yaitu rasa saling pengertian yang diciptakan sendiri oleh karyawan dari interaksi sehari-hari.
10       Root Metaphors or Integrating Symbols yaitu ide-ide, perasaan dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik organisasi yang secara sadar ataupun tidak sadar tercermin dari bangunan, lay out ruang kerja dan materi artifacts lainnya. Hal ini merefleksikan respon emosional dan estetika anggota organisasi, disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluative anggota organisasi.
1.3  Good Corporate Governance
Agoes (2009) menyebutkan beberapa definisi dari GCG yang dapat dijadikan acuan adalah sebagai berikut :
Cadbury Committee of Kingdom A set of rules that define the relationship between shareholder, managers, creditor, the government, employee, and other internal and external stakeholder in respect to their right and responsibilities, or the system by wich companies are directed and controlled yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan ekternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lainnya suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2006) tidak membuat definisi tersendiri tetapi mengambil definisi dari Cadbury Committee of Kingdom, yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan ekternal lainnya yang berkaitan dengak hak-hak dan kewajian mereka; atau dengan kata lainnya suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
GCG adalah tata kelola perusahaan yang baik dengan suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
Organization for Economic Coorporation and Development–OECD (Tjager dkk, 2004), mendifinisikan GCG sebagai: ”The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaning those objectives and monitoring performance yaitu suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.
1.4  Etika Bisnis
Keraf (1998) mendifinisikan pengertian etika sama dengan moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin Mos, yang bentuk jamaknya (mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Jadi pengertian harfiahnya etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang manusia hidup baik sebagai manusia yang telah diinkonsitusionalkan dalam sebuah alat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek (tetap) dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan.
2        Manfaat Good Corporate Governance
Arafat (2008), GCG memiliki arti penting dalam menjalankan suatu organisasi bisnis. Berbagai sumber menyebutkan bahwa terdapat sejumlah manfaat yang sangat besar ketika prinsip-prinsip GCG diterapkan dengan baik didalam suatu perekonomian. Manfaat penerapan implementasi GCG pada dasarnya dikelompokkan menjadi empat manfaat besar, yaitu:
a.       Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. Perusahaan yang berhasil menerapkan GCG, maka akan terciptalah citra sebagai sebuah perusahaan yang berhasil, yaitu meningkatkan trust dan dalam rangka mewujudkan sustainable company.
b.      Meningkatkan corporate value sebagaimana yang diungkapkan oleh Tjager et.al. (2003) bahwa secara teoritik, praktik GCG dapat meningkatkan nilai (valuation) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusankeputusan yang menguntungkan diri sendiri.
c.       Meningkatkan kepercayaan investor. Sebagaimana diungkapkan oleh Newell dan Wilson (2002) pada intinya bahwa praktik GCG yang dijalankan dengan baik dapat meningkatkan kepercayaan investor dan sebaliknya penerapan GCG yang buruk akan menurunkan tingkat kepercayaan mereka.
d.      Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen dengan tujuan akhir yaitu tercapainya stakeholder satisfaction yang meliputi task satisfaction dan employee satisfaction.



e.       Pendapat senada disampaikan oleh Agoes (2009), bahwa penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal. Tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil praktek manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Tjager dkk (2003), mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
o   Berdasarkan yang telah dilakukan oleh McKinsey&Company menunjukkan bahwa para investor internasional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
o   Berdasarkan berbagai analisa ternyata ada indikasi terkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
o   Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
o   Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebioh sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.
o   Secara teoritis, praktek GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
3        Prinsip Good Corporate Governance
Arafat (2007) menjelaskan bahwa Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) memberlakukan prinsip-prinsip GCG untuk menciptakan lingkungan kondusif terhadap perlindungan sektor usaha yang efisien berkisinambungan mencakup 5 bidang, yaitu:
o   Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. Kerangka yang dibangun dalam GCG harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak dasar pemegang saham yaitu untuk (a) menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan, (b) mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya, (c) memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur, (d) ikut berperan dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), (e) memilih anggota dewan komisaris dan direksi, (f) memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
o   Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham. Kerangka GCG harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan anggota dewan komisaris melakukan keterbukaan jika menemukan transaksitransaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
o   Pengaruh stakeholders yang terkait dengan perusahaan. Kerangka GCG harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders, seperti yang dintentukan undang-undang dan mendorong kerjasama aktif antara perusahaaan dengan stakeholders dalam rangka menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja dan kesinambungan usaha.
o   Keterbukaan dan Transparansi. Kerangka GCG menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Disamping itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan disajikan sesuai dengan format standar yang berkualitas tinggi. Manajemen diharuskan meminta auditor ekternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.
o   Akuntabilitas dewan komisaris. Kerangka GCG harus menjamin adanya pedoman strategi perusahaan, pemantauan efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangankewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
o   Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asas Good Corporate Governance, setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu:
o   Transparansi (Transparency), untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
o   Akuntabilitas (Accountability), perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Perusahaan dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
o   Responsibilitas (Responsibility), perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
o   Independensi (Independency), untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
o   Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness), dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
4        Sistem Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance
Penilaian terhadap pelaksanaan good corporate governance di Indonesia dilakukan oleh lembaga independen yaitu: Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh pihak manajemen perusahaan. Aspek yang dinilai meliputi Hak-hak Pemegang Saham, Kebijakan Corporate Governance, Praktek-praktek Corporate Governance, Pengungkapan, dan Fungsi Audit. Penentuan skor pelaksanaan dilakukan melalui metode rata-rata tertimbang, dengan bobot masing-masing aspek sebagai berikut:
1.       Hak-hak pemegang saham (20%)
2.       Kebijakan Corporate Governance (15%)
3.       Praktek-praktek Corporate Governance (30%)
4.       Pengungkapan (Disclosure) (20%)
5.       Fungsi Audit (15%)
BAB III
KESIMPULAN

1        Kesimpulan
Tata kelola perusahaan yang berkekuatan budaya integritas yang tinggi, harus dimulai dari para pemegang saham mayoritas atau pengendali jalannya perusahaan. Di mana,  para pengendali atau pemilik kekuasaan tertinggi atas operasional sehari-hari perusahaan, harus memiliki rasa saling percaya dengan anggota dewan komisaris, dewan direksi, para eksekutif dan karyawan, untuk menjalankan tata kelola perusahaan yang benar-benar jujur, transparan, adil, bertanggung jawab, profesional, dan etis terhadap semua stakeholder dalam keseimbangan keadilan yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Bila tata kelola perusahaan mampu mengekspresikan budaya integritas GCG akan menciptakan tata kelola yang etis, maka tingkat kepercayaan pemegang saham minoritas atau individu, akan menjadi fondasi yang memperkuat keunggulan daya saing perusahaan. Dimana  tata kelola perusahaan untuk memastikan masing-masing stakeholder terjaga kepentinganya dengan baik, akan menjadi kekuatan yang memfokuskan semua keunggulan perusahaan pada upaya memaksimalkan keuntungan finansial. Sebab, bila setiap stakeholder merasakan keadilan, keterbukaan, kejujuran, dan pertanggung jawaban yang profesional, maka mereka semua akan menjadi pihak pertama yang selalu bertanggung Jawab untuk membantu keunggulan perusahaan dalam situasi apa pun.
Tata kelola perusahaan dengan kepemimpinan Budaya GCG sangat tergantung dari kemampuan perusahaan untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip, seperti: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan, ke dalam kompetensi produktif dan kompetensi adaptif karyawan dan pimpinan di perusahaan.
Implementasi GCG tidak hanya merupakan kesadaran kolektif untuk menciptakan tata kelola formalitas oleh dorongan dari kewajiban. Tapi, seharusnya menjadi kesadaran dalam budaya integritas di semua level dan jajaran organisasi. Lalu, secara berkelanjutan dan konsisten melaksanakan GCG dengan komitmen dari visi, misi dan core values yang sesuai dengan semangat budaya GCG.
2        Saran
Perlu adanya kesadaran semua komponen bangsa Indonesia untuk mengimplementasikan budaya GCG secara efektif dan evisien, karena dalam pencapaian GCG harus semua komponen dengan sadar menjalankan system yang telah disepakati bersama utuk tujuan bersama.


Daftar Pustaka

http://one.indoskripsi.com/node/7061            
http://blognauun.blogspot.com/2010/04/good-corporate-governance.html
http://madib.blog.unair.ac.id/budaya-korporat/hubungan-peranan-budaya-perusahaan-terhadap-penerapan-good-corporate-governance/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar